Rabu, 10 Januari 2018

Dedi Mizwar dan Dedi Mulyadi

Duo Kang Dedi


Menjadi anti-mainstream itu sikap...

Dalam hal ini, sikap penulis jelas tidak punya hak suara dalam mendukung paslon di pilgub jabar. Karena kendati sudah menginjak tanah pasundan sejak 2014, secara defacto penulis juga belum bisa nyunda dan de jure tidak ada data resmi di dukcapil yang sah dan terekam yang bisa membuktikan penulis adalah warga Kang Agherr yg sudah 2 periode jadi simbol iconic gedung sate.

Sapa sich netizen dan warga NKRI, yang gak kenal dengan Kang Emil, generasi milenial tidak mungkin tidak mengenali sosok Kang RK, dengan jumlah follower ig 7.6 jutee (data per 11/01/18). Selama menjabat sebagai walikota bandung, popularitasnya meningkat pesat.

Namun menjelang tahun-tahun politik menuju pilgub jabar, Emil mulai gerilya. Posternya bukan hanya menghiasi kota bandung, bahkan dari pantauan noNMCTV, seorang temen warga bekasi bahkan melihat poster beliau wara-wiri di beberapa titik, banyak yang menanyakan posternya dalam kapasitas sebagai apa??bahkan dicurigai bermotif curi start kampanye, padahal pilgub jabar belum dimulai dan RK juga masih dalam status dan diberi amanah dan kepercayaan oleh warga bandung sebagai "Mayor" di kota kembang.

Tidak cukup disitu, kemudian setelah dideklarasi oleh Nasdem, RK secara terang benderang menyatakan mendukung Pemerintahan Pakde Jokowi ditahun Politik Pilpres 2019. Komentar ini, langsung melukai hati Partai Gerindra, yang mengusungnya bersama dengan PeKaeS di pilwakot Bandung 2013 silam.

Manuvernya tidak berhenti sampai disitu juga, beberapa kali sempat dipinang oleh Partai, namun pinangan bersyarat, Partai Beringin setuju mengusungnya dengan catatan anaknya Om Yance, disandingkan di kontentasi pilgub Jabar, Tidak ketinggalan PeKBe juga meminang dengan mahar Ketua DPW Syaiful Huda, terakhir P-tilu melamarnya dengan paket UU Ruz, saat ini menjabat sebagai bupati Tasik.

Sudah tak terhitung berapa kemeja yang dikenakannya sambil menggelar konpres, dari biru, kuning, hijau, terakhir merah. Saking Pede nya, RK menolak dan berniat mengajukan konvensi mencari cawagub RK. Ketika beringin berpaling, Emil menjadi gagap, ujuk-ujuk PeKBe dan P-tilu diisukan menarik dukungan juga. Walhasil Kang Emil, panik dan kemudian balik maneng, dan akhirnya memutuskan berpaslon dengan calon dari partai Ka'bah. Kemudian dikenal dengan jargon Paslon RINDU ( Ridwan UU).

Silahkan pembaca menilai secara objektif sikap Akang Emil.
Penulis lalu mencoba memalingkan mata ke figur yang lain.

Bagaimanapun, Pilkada adalah ajang bagi partai politik untuk melakukan kontestasi, karena partai politik adalah pilar demokrasi. Pembinaan anggota dan Visi Misi Partai penting guna mengawal demokrasi yang ada di negeri Indonesia ini. Sehingga pesta demokrasi tidak mungkin bisa tanpa Parpol. Ibarat anda ingin belajar tanpa sekolah, kalau ingin dipaksakan bisa, tapi bagaimana cara mengukur kapasitas jika anda belajar mandiri??

Penulis, di pilgub kali ini menjagokan Duo Dedi, buah perkawinan politik dari koalisi beringin kuning dan bintang biru. Kang Dedi Mulyadi adalah ketua DPD Beringin Jabar, sosoknya lekat dengan budaya sunda, mulai dari gesture dan pitch control jelas nyunda,  bahkan 2016 diberi penghargaan Anugerah Kebudayaan oleh Presiden.  Sementara Kang Dedi Mizwar, semua pasti mengenal beliau, yang heroik dia dikenal dengan Julukan sebagai Nagabonar, belum lagi sinetron yang tayang di bulan Ramadhan "Lorong Waktu" yang berjilid-jilid itu. Penulis berpendapat menghasikan mahakarya yang bagus, punya arti penting dalam membangun budaya masyarakat. Sekarang Kang Demiz, menjabat sebagai Wagub Jabar mendampingi Kang Agher.

Sebelumnya, sempat diusung oleh PeKaeS, dan disusul oleh Bintang Biru. Lalu Partai putih meninggalkannya, dan dengan lapang hati Demiz menerima. Karena partai putih sudah tanggung berpaket dengan Gerindra di Jabar. Hal ini, ditengarai karena Demiz menolak mendaftarkan diri sebagai anggota partai Gerindra. Sehingga Demiz ditinggalkan oleh 2 partai ini. Syukur dari awal Demokrat konsisten mendukungnya. Dedi Mulyadi sendiri akhirnya beroleh rekomendasi dari partainya, awalnya Partainya menjagokan DeMul namun popularitas dan elektabilitasnya masih kalah pamor jika dibandingkan dengan Kang Emil sehingga DeMul tidak dipilih oleh DPP Beringin. Perlu diketahui siapapun yang menjadi ketua DPW/DPD, tetap rekomendasi pilkada yang teken adalah Ketum DPP Partai bersangkutan. Duo dedi menjadi jagoan penulis, karena mewakili semua simbol, juga keseimbangan popularitas dan kapasitas cagub dan cawagub, keserasian adalah keseimbangan, mirip2 kalau ente lagi cari jodoh. So, dengan harapan tidak mencari sekedar ban serep, tapi penyeimbang, seperti sepasang kaos kaki, jika 01 berhalangan ada 02 mempunyai kapasitas guna mengisi kekosongan sehingga diharap bukan paket bukan "asal jadi".



Setelah membaca tulisan ini, sapa jagoaan anda?? tentu yang pasti dan jelas yang menang, yang berhasil mencuri hati dan rasionalitas warga Jabar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar