Senin, 21 Desember 2020

Pelantikan Kawan Vaksin

 Pelantikan #KawanVAKSIN

Dari slide yg dipaparkan pada acara pelantikan kawan vaksin nasional dan wilayah, Mbak Nadia, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (P2PTVZ) Kemenkes, kita bisa melihat persepsi penerimaan vaksin covid-19 dimana 7% menolak vaksin, 65% setuju disuntik vaksin dan 27% belum bersikap.
Saya kira ini menjadi PR kita kedepan agar sikap 27% kelompok masyarakat dikonversi menjadi positif bersedia divaksin sehingga kelompok bersedia divaksin akumulasinya menjadi 92%.. Angka yang lebih dari cukup untuk mencapai Herd Immunity >80% (kekebalan kelompok masyarakat).
Cold Chain Management
Wilayah demografi Indonesia sekat antar tiap pulau dibatasi oleh laut, bagaimana mendistribusikan menjadi sebuah tantangan, vaksin juga butuh VVM (alat monitoring suhu), dengan dikaitkan dengan suhu stabilitas penyimpanannya, butuh kulkas butuh refrigerator. Didaerah 3T akses tidak semudah di kota-kota besar bahkan pemanfaatan listrik ada yg masih menggunakan solar atau tenaga surya.
Refrigerator harganya tidak murah dan butuh daya besar dibutuhkan untuk menjaga vaksin dengan klaim stabilitas rendah seperti vaksin moderna, bahkan vaksin produk Pfizer lebih ekstrim lebih rendah hingga -70°C.
Paling rasional adalah Sinovac yang cukup lemari pendingin (kulkas) 2-8°C.
Multidosis merupakan solusi tepat guna mengurangi packing yg terlalu besar. Namun tentu beban berada ke pelaksana teknis. Apoteker harus menyesuaikan dosisnya agar tepat setiap pasien yang divaksin.
Minim SDM Apoteker
Problem lain, minimnya SDM Apoteker yang harus segera diisi, padahal Apoteker bertanggungjawab untuk mengelola perbekalan farmasi termasuk vaksin ini. Sesuai amanah PMK 26 Tahun 2020 bahwa pelayanan kefarmasian di puskesmas dilaksanakan pada ruang farmasi yang dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggungjawab.
Kami berharap Program Nusantara Sehat semoga bisa merekrut sebanyak-banyaknya Apoteker agar ada yang bertanggung jawab, guna mengisi pos-pos kekosongan Apoteker di Puskesmas sebagai hilir garda terakhir pendistribusian vaksin. Jika vaksin rusak atau hilang kepada siapa tanggungjawab vaksin kita berikan?
Terakhir tulisan ini dibuat dalam kondisi pikiran lagi kusut, deadline penghujung tahun, janji resolusi awal januari belum berhasil ditutup.






Jumat, 03 Juli 2020

Evaluasi Progresifitas Kemajuan Penemuan Obat dari Bahan Alam menuju Kemandirian Industri Farmasi Nasional

Sesuai dengan intruksi Presiden Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan berdasarkan Inpres RI Nomor 6 Tahun 2016.

Terdapat 4 sumber bahan baku yakni :
Bahan alam (memungkinkan dimasukkan dalam Formularium Nasional)
Bahan Kimiawi (sangat baik namun ketinggalan jauh dari negara sekitar)
Bahan Biological (masih baru dan pasar belum berkembang)
Bahan Vaksin (memungkinakan dari Biofarma)



BPOM sudah membuat satgas Fitofarmasi di Indonesia agar suatu hari kita bisa mempunyai sejumlah fitofarmaka yang bisa digunakan pada fasilitas kesehatan dimanapun.
Apakah klinisi sudah siap menerima obat herbal?
1. Yang tidak diterima :
a) Jamu
2. Yang diterima :
a) Jika ada data klinisnya
b) Jika diklasifikasikan sebagai Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
Tantangan ?
Meyakinkan dokter bahwa obat herbal sama dengan obat kimiawi
Perlu edukasi dan sosialisasi
Perlu dukungan pemerintah untuk dimasukkan dalam formularium nasional untuk Jaminan Kesehatan Nasional.

Jamu memiliki keamanan dan kemanfaatan yang dibuktikan secara empiris
Sementara untuk fitofarmaka dan OHT sudah terdapat bukti ilmiah.
Fitofarmaka telah dilakukan standarisasi
Dilakukan penapisan molekuler dari ekstrak ataupun fraksi, dilakukan studi praklinik biologi di tingkat sel maupun hewan coba.
Dilakukan studi profil toksisitas komprehensif meliputi uji toksisitas akut, subkronik, juga dilakuan teratogenik dan gene toksisitas.
Dilakukan uji klinikdan placebo (kontrol aktif) secara random menurut CUKB (Cara Uji Klinik yang Baik)

OHT : keamanan dan kemanfaatan dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik
Standarisasi Bahan Baku dan Produk Jadi
Sertifikat CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)
Mutu Produk

Proses Pembuatan Obat herbal
Kemurnian :
Urutan dari simplisia dimana dilakukan pengeringan, kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi hingga diperoleh ekstrak, kemudian dilakukan ekstraksi dan fraksinasi hingga diperoleh Fraction, kemudian untuk mendapatkan bioaktif fraction dilakukan fraksinasi dengan skrining molekuler, terakhir diperoleh compound melalui proses fraksinasi, isolasi dan sintesis.

Fraksi Bioaktif bisa diperoleh dari Tanaman, Protein tanaman, maupun metabolit dari mikroba juga bisa menghasilkan fraksi bioaktif.

Tandem Chemistry Expression Bioassay System adalah suatu metode skrining yang dipatenkan untuk mendapatkan kandidat fraksi terbaik yang paling efektif untuk pengobatan. Prinsipnya semua tumbuhan harus bisa di profile berdasarkan target gen dan proteinnya bukan lagi hanya senyawa secondary metabolit tetapi dengan gen dan proteinnya.
Jadi kita tidak secara tradisional melihat 1 tanaman untuk indikasi apa, jadi dimulai dari fisiologi atau patofisiologi penyakitnya, target gen proteinnya, baru dicari senyawa padanannya.
Lalu mencari derivatnya, menjcari senyawa polar maupun non polar, semipolar. Akhirnya didapatkan bioaktif fraction yang sudah ditargetkan terhadap gene protein, maka disebut bioaktif fraksi.
1. Database/genes
2. Protein targets
3. Chemical diversity (berbagai fraksi atau ekstrak)
4. Identify “hit” (hit seluler yakni dengan menggunakan enzym essay fluorosense dan hit molekuler dengan PCR
5. Optimize “hit” structure
6. Test safety/eficacy
a) Animal
b) Human (Manusia)
Pengembangan Produk Fitofarmaka
1. Bahan baku berupa ekstrak atau fraksi
2. Bahan baku memenuhi syarat MMI atau FHI atau lainnya
3. Kkomposisi Fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 bahan baku
4. Masing-masing bahan harus diketahui tingkat keamanan dan khasiatnya
5. Perlu ada pengujian kualitatif dan kuantitatif
Cekbpom.go.id per 2 Juli 2020 berdasarkan klasifikasi jamu sejumlah 10.183, obat herbal terstandar sejumalh 78 item dan fitofarmaka sejumlah 35 item.

Fitofarmaka berdasarkan SK Kepala BPOM No.HK.00.05. 4. 2411 tahun 2004 merupakan sediaan obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia/sediaan galenik yagn telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
1. Perlu pengujian kualitatif dan kuantitatif
2. Bahan tambahan yang digunakan sesuai persyaratan
3. Bentuk sediaan sesuai sifat bahan baku dan tujuan penggunaan (aman, berkhasiat, dan bermutu)
4. Keamanan dan kebenaran khasiat ramuan harus telah dibuktikan dengan uji klinik.
5. Dilarang menggunakan zat kimia berkhasiat (tunggal murni) dalam fitofarmaka.

Tahapan Pengembangan produk fitofarmaka
1. Bahan baku Fitofarmaka (simplisia dan ekstrak) dimana standarisasi mengikuti Materia Medika Indonesia atau FHI.

2. Kandidat fitofarmaka
Melakukan penapisan fitokimia dan standarisasi secara kualitatif dan kuantitatif
3. Uji praklinik
Menganalisis aspek farmakologi, farmakodinamik (potensi) dan aspek toksisitas (safety) dari kandidat obat fitofarmaka
4. Formulasi
Bentuk sediaan yang sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaannya
5. Uji klinik
Fase I, dengan melihat farmakokinetika beberapa fraksi molekul kandidat obat
Fase II, dilakukan dengan jumlah pasien yang terbatas
Fase III, dilakukan terhadap pasien dalam jumlah lebih besar dan sudah menggunakan kelompok kontrol
Fase IV, melakukan post marketing surveilance dan sangat jarang dilakukan untuk obat herbal.
6. Fito farmaka
Yakni persyaratan khasiat :
1. Efek Farmakologis (khasiat terapeutik)
2. Mekanisme Kerja
3. Toksisitas Akut (single dose), sub-akut (toksisitas berulang, selama 3 bulan), toksisitas kronis (kejadian toksisitas berulang, waktu diatas 6 bulan), toksisitas spesifik terjadi pada janin, reproduksi, dan lain sebagainya.

Profil Fraksi Obat Herbal Mahkota Dewa yang dikembangkan oleh Perusahaan Dexa Medica

DLBS 1442 : sudah menjadi rujukan dokter kandungan untuk kasus endomedriosis
DLBS 1425 : terapi untuk tumor
DLBS 1433 : untuk antiinflamasi (herbal cold untuk pilek) guna mengurangi alergi
DLBS 1449 : meningkatkan HDL dan menurunkan trigliserida dan penurun kolesterol)

Endometriasis adalah jaringan rahim yang tumbuh di luar rahim tapi berada di endometrium (dinding rahim). kondisi ini menyebabkan nyeri haid dan kesulitan untuk hamil, sedangkan untku keparahan tertentu bisa menyebar ke jarignan otot dan paru-paru.
Obat Modern Asli Indonesia disingkat OMAI. Merupakan istilah yang disampaikan oleh kementerian perindustrian, kementerian kesehatan dan kementrian Ristek BRIN, berbasis uji klinis, terbukti efektif, dan aman untuk pasien.
Kemandirian bahan baku indonesia
Dengan hasil uji klinis sudah dilakukan riset
Berkualitas GMP
Peluang lisensi ke luar negeri
OMAI adalah sediaan obat bahan alam berupa ekstrak atau fraksi tanaman yang tumbuh di Indonesia, tanaman asli indonesia dan atau tanaman yang pernah ditulis dalam buku-buku herbal Indonesia, dimana riset pneemuan dilakukan di Indonesia dan mempunyai data mekanisme kerja yang jelas, diproduksi secara farmasetika modern dan telah memperoleh status sebagai obat herbal terstandar atau fitofarmaka.
Badan POM sudah mengeluarkan Informatorium Obat Modern Asli Indonesia dimana Pandemi Covid 19. OMAI siap mensubstitusi obat yang menggunakan bahan baku sintesa kimia atau barang-barang import.
Potensi Masa Depan
Badan POM sudah memberi status Fitofarmaka dan sudah dipasarkan beberapa tahun di Indonesia. Hasil riset mandiri adalah karya saintis Indonesia.
Contoh obat substitusi kimia yangsudah digunakan adalah bahan baku sintesa kimia menggantikan import.
- Inlacin untuk pengobatan Diabetes mellitus
- Disolft untuk pengobatan Antitrombolitic
Redacid untuk pengobatan antiperasidisitas

Inlacin digunakan untuk terapi kombinasi pada penyakit kencing manis (diabetes mellitus) tipe 2 dengan kode DLBS 3233. tergolong fitofarmaka yang telah teruji secara klinis. Inlacin mengandung fraksi bioaktif dari daun bungur dan kulit kayu manis dengan dosis 50 mg dan 100 mg. Inlacin memiliki indikasi untuk menurunkan kadar glukosa darah. Dosisnya 100 mg/hari, dikonsumsi bersama atau tanpa makanan.

Disolf digunakan sebagai bioaktif protein DLBS 1033 Lumbricus Rubellus yang bekerja sebagai antiplatelet, fibrinogenolisis, fibrinolysis, dan clot lisis. Sebagai terapi penunjang dalam melancarkan sirkulasi darah.
Lubrokinase 490 mg termasuk dalam Obat Herbal terstandar dengan dosis 1-2 tablet sebanyak 3 kali sehari untuk pengobatan dan dikonsumsi 1 jam sesudah makan.


Redacid adalah obat untuk meringankan gangguan pada lambung. Fraksi bioaktif DLBS2411 cinnamomum burmannii (ekstrak kulit kayu manis 250 mg untuk terapi pengobatan asam lambung, tukak duodenum, hiperadisitas pada lambung, gastritis, dan refluks esofagitis.
Dosisnya untk nyeri ringan : 1x1 kaplet sehari. Nyeri sedang hingga berat 2-3 kaplet sehari.



The Technology Adoption Life Cycle
Dengan menggunakan High Tech Adoption Model dimana adanya inovator dari klinisi dan early adopters, early majority, late majority, dan laggards.
Beberapa obat herbal cepat naik danturunnya, karena adanya Big Bang Disruption.



Dimana secara cepat diabsorpsi oleh pasar, tergantung pengembang setiap obat. Strategi komeersialisasi pada waktu pengembangan obat-obat tertentu, sebagai invesigator/peneliti supaya obat kita langgeng di pasaran.
Tantangan ke Depan
Pengembangan Fitofarmaka :
1. Jangka panjang
2. Berbiaya cukup besar
3. Resiko tinggi

Insentif pajak untuk pengembang
Inklusi dalam formulariumnasional dan dibiayai oleh BPJS
Uji klik yan glama dan kendala setelah enrollment, subyek yang telah sign up tapi harus diingatkan kembali kepada subyek untuk kembali check up ke klinik-klinik yang sudah ditentukan. Subyek kadang harus dijemput. Sehingga organisasi uji klinik harus dipikirkan matang-matang dan jangka panjang.
Biaya yang cukup besar bisa dikelola asalkan manajemennya baik
Beresiko tinggi karena kalau hasilnya baik kita patut berbangga hati, namaun kalau tidak karena tidak ada perbedaan obat kita dengan aktif kontrol atau plasebo maka dikatakan beresiko tinggi karena sudah dikeluarkan biaya yang cukup tinggi, tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang baik, sehingga mengurangi resiko tinggi harus dilakukan penapisan molekul dengan baik, sehingga didapatkan khasiatnya yang baik dan memperhatikan site efekyang bisa keluar pada saat uji klinik yang bisa kemudian dideteksi dengan invitro model tanpa melakukan itu sulit antara placebo dengan obat yang diujikan.
Insentif pajak bagi pengembang formulator karena uji klinik berbiaya tinggi, sehingga layak mendapatkan insentif pajak dari kementrian keuangan.
Inklusi formularium nasional dan dibiayai BPJS, karena kita adalah negara dengan kekayaan biodiversity nomor 2 diseluruh dunia, namun tidak ada satupun obat bahan alam kita dibiayai dalam formularium nasional masuk dalam BPJS.

Kesimpulan
Indonesia memiliki pontensi yang besar dalam hal pengembangan obat tradisional melalui program pemerintah terkait kemandirian bahan baku obat dapat diwujudnyatakan melalui pengembangan obat tradisional asli indonesia
Obat bahan alam diklasifikasikan menjadi jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dengan bahan baku dapat berupa simplisia atau ekstrat maupun fraksi.
Pengembagan produk fitofarmaka memerlukan waktu yang lebih lama karena harus ada pembuktian keamanan dan khasiatnya melalui uji klinik.
Mengurangi angka imporotasi bahan baku dan obat jadi dan mandiri dalam bahan baku obat diindonesia adalah salah satunya melalui Obat Modern Asli Indonesia disingkat OMAI.

Penulis
Surya Sumantri adalah Dosen di Universitas Sam Ratulangi Manado