Senin, 29 Januari 2018

PROFESSOR HITLER

Dr. Amy R. Sims adalah seorang ahli sejarah dengan keahlian khusus di bidang kebudayaan dan politik. Ia mengajar di Universitas Harvard, Stanford, dan Golden Gate University, di Amerika dan di Jerman. Salah satu artikel yang ditulisnya berjudul “Intellectuals In Crisis: Historians Under Hitler” 
Isinya adalah tentang usaha Hitler menggalang kekuatan para profesor dan universitas di mana mereka bekerja, untuk menerapkan gagasan megalomanianya. Universitas pertama yang digarapnya adalah Universitas Frankfurt. Mengapa? Karena di universitas itu terdapat para profesor kelas wahid, yang pendapatnya potensial dapat mempengaruhi masyarakat luas untuk mendukung gagasan Hitler. Muncullah tiga kelompok profesor di Jerman pada masa itu.

Pertama, mereka yang mendukung Hitler. Ada yang mendukung Hitler karena besarnya dana penelitian yang akan diberikan kepada universitasnya. Mereka ini kelak akan menjadi bulan-bulanan kritik setelah Perang Dunia II, sebagai orang yang mengkhianati posisinya sebagai pembela kebenaran.
Kedua, mereka yang menentang Hitler, tetapi berdiam diri, tidak menyatakan pendapatnya, karena takut. Mereka ini juga akan menjadi bulan-bulanan kritik seperti kelompok pertama. Mereka tidak menyuarakan suara hatinya sebagai intelektual.
Ketiga, mereka yang menentang Hitler dan segera melarikan diri ke luar negeri, termasuk fisikawan kawakan, Albert Einstein. Di luar Jerman mereka terus berjuang membela kebenaran ilmiah tanpa tunduk kepada kekuatan politik yang hendak mengeksploitasinya.
Kini ada banyak buku yang secara rinci mengulas tentang hubungan antara para intelektual dengan kekuasaan yang potensial dapat mengancam kebebasan akademiknya. Salah satunya adalah buku Max Weinreich (1894-1969), “Hitler’s Professors” (Yale University Press, 1946).
Weinreich menyebutkan beberapa contoh peneliti yang paling terkenal dengan simpati nasionalis sayap kanan dan identitas keanggotaan Partai Sosialis Nasional:


Philipp Lenard, Pemenang Nobel Fisika,  mendukung putera Nazi yang gagal pada tahun 1923 di Munich, dan merupakan salah satu perwakilan paling terkenal dari apa yang disebut "fisika Jerman", yang secara militan menentang peneliti ilmu alam Yahudi dan memanggil teori teori relativitas dan fisika kuantum "Yahudi".
Johannes Stark, juga pemenang Hadiah Nobel dalam bidang fisika dan perwakilan "fisika Jerman", menjadi anggota Partai Nazi (NSDAP-Partai Pekerja Sosialis Nasional Jerman) pada tahun 1930 dan berpartisipasi dalam penelitian dan pengembangan bom atom.
Erich Rothacker, Filsuf dan sosiolog, adalah anggota Partai Rakyat Jerman (DVP) sebelum menjadi anggota Sosialis Nasional pada tahun 1930.
Karl Alexander von Müller, profesor sejarah di Munich Ludwig Maximilian University dari tahun 1928-1945, telah menjadi pendukung Nazi sejak tahun 1920an. Dia mengajar beberapa tokoh ideologi Nazi dan sayap kanan, termasuk Hermann Göring; Baldur von Schirach, yang memimpin Pemuda Hitler; Wakil Hitler, Rudolf Hess; dan sejarawan Nazi Walter Frank dan Wilhelm Grau.
Di Universitas Berlin, ada sejumlah besar akademisi terkenal yang bekerja dengan Sosialis Nasional. Yakni :
Eugen Fischer, rektor Universitas Berlin dan ahli pseudo-teorisian yang paling terkenal dari apa yang disebut "eugenik," yang juga merupakan pendukung undang-undang Ras Nuremberg.
• Viktor Bruns, juga bekerja di Universitas Berlin, dan merupakan salah satu ahli hukum internasional terkemuka dari Republik Weimar. Bruns mewakili pemerintah Nazi sebelum pengadilan internasional permanen di Den Haag.
Theodor Vahlen, seorang matematikawan di Universitas Greifswald, telah menjadi seorang sosialis nasional sejak tahun 1920an dan dianggap sebagai salah satu pendiri "German Mathematics" yang disebut di bawah Nazi. Dia kemudian menjadi presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia dan merupakan karyawan lain dari Universitas Berlin. Dia kemudian bergabung dengan SS.
Konrad Meyer, Profesor Ilmu Pertanian di Universitas Berlin, yang memainkan peran sentral dalam menyusun General Plan Ost [General Plan East] yang menjadi dasar serangan Jerman terhadap Uni Soviet dan kebijakan pendudukan Nazi di Timur.

Minggu, 14 Januari 2018

Gugat Pelanggaran Rakornas, Penuhi Hak Pengurus Cabang di Kongres IAI XX Tahun 2018!!



Ikatan Apoteker Indonesia merupakan wadah berhimpun organisasi profesi, sejawat apoteker seluruh Indonesia.

Berbagai dinamika profesi dalam 4 tahun terakhir, mulai dari kasus vaksin palsu, maraknya peredaran obat illegal secara liar, penyalahgunaan narkoba dan bencana KLB difteri tidak lepas dari tanggung jawab profesi apoteker, dan yang memilukan kasus rekan sejawat yang terpaksa harus masuk buih karena kasus obat illegal seharusnya menjadi perhatian bersama sehingga PC, PD, dan PP IAI harus duduk bersama dan bahu membahu menjadikan ini prioritas mendesak dan penting dimasukkan dalam agenda nasional termasuk penyelenggaraan Kongres XX IAI April 2018 mendatang.

Pengurus Cabang (disingkat PC) adalah garda terdepan yang langsung berinteraksi dengan kebutuhan apoteker di masyarakat, mereka yang lebih paham kondisi apoteker di cabangnya masing-masing, selain itu PC IAI diharapkan mampu menjadi generasi pelanjut estafet kepemimpinan PP IAI.

Namun, peran PC seakan sengaja didistorsi sejak awal penyelenggaraan Kongres IAI terbentuk (semula bernama ISFI), bahkan keputusan Rakornas terakhir yang diselenggarakan oleh PP IAI secara sepihak mengoreksi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Hasil Kongres IAI XIX Tahun 2014.

Dalam rangka memenuhi kewajiban kami sebagai anggota IAI, (AD Pasal 16), melaksanakan sepenuhnya semua ketentuan Kode Etik Apoteker Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi. Juga Hak Anggota IAI (AD Pasal 17) Hak untuk  mengeluarkan pendapat dan saran secara lisan maupun tertulis.

Dengan ini kami mengajak semua Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, dan semua anggota IAI untuk bersama menolak Hasil Rapat Koordinasi Nasional yang diselenggarakan oleh PP IAI dari tanggal 13-14 Januari 2018, yang diadakan di hotel Peninsula Jakarta, yang menganulir Ketetapan Kongres IAI XIX Tahun 2014 dan Mengajak Pengurus Cabang memenuhi Hak Kepesertaan Kongres IAI XX Tahun 2018.

1. Berikut struktur dari Hierarki Organisasi Profesi yang disusun dari atas ke bawah.
  • Anggaran Dasar
  • Anggaran Rumah Tangga
  • Ketetapan Kongres
  • Peraturan Pengurus Pusat
  • Keputusan Ketum Pusat
  • Ketetapan Konferensi Daerah
  • Peraturan Ketua Daerah
  • Ketetapan Konferensi Cabang
  • Peraturan Cabang
  • Keputusan Ketua Cabang


Sementara Rapat dan Pertemuan Ikatan, termasuk Rapat Koordinasi Nasional dibahas tidak termasuk dalam Hierarki Organisasi Profesi, sehingga bagaimana mungkin Rapat Koordinasi Nasional memiliki kewenangan mengoreksi ketetapan Kongres IAI Ikatan Apoteker Indonesia XIX Tahun 2014??

Berikut cuplikan Berita Acara Rakornas IAI yang diselenggarakan oleh PP IAI yang dilaksanakan di Hotel Peninsula, 13-14 Januari 2018.





2. Hak dalam Pemilihan Ketua Umum Pengurus Pusat, MEDAI, dan Dewan Pengawas Pusat ditentukan oleh salah satunya dari Pengurus Demisioner. Ini tentu bertentangan dengan Amanat Anggaran Rumah Tangga Hasil Kongres XIX tahun 2014, dimana menambah unsur Pengurus Demisioner, dan menghilangkan Hak Kepesertaan Pengurus Cabang (PC IAI).

Keputusan Rakornas tersebut bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga Hasil Kongres IAI XIX Tahun 2014. Yang menggugurkan Hak Kepesertaan Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia (PC IAI).

3. Tidak mengindahkan saran dan masukan yang disampaikan secara tertulis oleh Dewan Pembina PP IAI Periode 2014-2018, yang beredar viral, untuk mengaksesnya silahkan ikuti link tautan, http://www.jurnalsocialsecurity.com/news/kongres-xx-ikatan-apoteker-indonesia-menuju-ke-oligarki-atau-demokrasi.html juga bisa diakses di blogspot https://suryaprolific.blogspot.co.id/2017/12/menuju-kongres-xx-iai-pekanbaru-april.html.

Berikut cuplikan surat dari Dewan Pembina yang ditujukan ke Ketua Umum PP IAI.




Dengan ini kami mengajak seluruh Pengurus Cabang untuk turut bersama:

  1. Menyebarkan Petisi Penolakan Hasil Rapat Koordinasi Nasional 13-14 Januari 2018 di Hotel Peninsula yang diselenggarakan oleh PP IAI ke seluruh PC IAI di seluruh Indonesia.
  2. Mengirimkan Surat Petisi Penolakan Berita Acara Hasil Rapat Koordinasi Nasional di Hotel Peninsula Jakarta yang diselenggarakan oleh PP IAI.
  3. Hadir dan Berpartisipasi sebagai Peserta Kongres IAI XX 19-21 April 2018 di Riau, dimana Pengurus Cabang adalah bagian dari Peserta Kongres yang memiliki hak memilih dan dipilih dalam Kongres tersebut.

Petisi ini termasuk yang diprakarsai diperbaharui dan didukung oleh :
Apoteker Chazali H. Situmorang
Apoteker Zainul Islam
Apoteker Rian Novalia Sumantri
Apoteker Surya Sumantri


https://www.change.org/p/pc-iai-gugat-pelanggaran-rakornas-penuhi-hak-pengurus-cabang-di-kongres-iai-xx-tahun-2018?utm_source=share_petition&utm_medium=link&recruiter=566404322

Rabu, 10 Januari 2018

Dedi Mizwar dan Dedi Mulyadi

Duo Kang Dedi


Menjadi anti-mainstream itu sikap...

Dalam hal ini, sikap penulis jelas tidak punya hak suara dalam mendukung paslon di pilgub jabar. Karena kendati sudah menginjak tanah pasundan sejak 2014, secara defacto penulis juga belum bisa nyunda dan de jure tidak ada data resmi di dukcapil yang sah dan terekam yang bisa membuktikan penulis adalah warga Kang Agherr yg sudah 2 periode jadi simbol iconic gedung sate.

Sapa sich netizen dan warga NKRI, yang gak kenal dengan Kang Emil, generasi milenial tidak mungkin tidak mengenali sosok Kang RK, dengan jumlah follower ig 7.6 jutee (data per 11/01/18). Selama menjabat sebagai walikota bandung, popularitasnya meningkat pesat.

Namun menjelang tahun-tahun politik menuju pilgub jabar, Emil mulai gerilya. Posternya bukan hanya menghiasi kota bandung, bahkan dari pantauan noNMCTV, seorang temen warga bekasi bahkan melihat poster beliau wara-wiri di beberapa titik, banyak yang menanyakan posternya dalam kapasitas sebagai apa??bahkan dicurigai bermotif curi start kampanye, padahal pilgub jabar belum dimulai dan RK juga masih dalam status dan diberi amanah dan kepercayaan oleh warga bandung sebagai "Mayor" di kota kembang.

Tidak cukup disitu, kemudian setelah dideklarasi oleh Nasdem, RK secara terang benderang menyatakan mendukung Pemerintahan Pakde Jokowi ditahun Politik Pilpres 2019. Komentar ini, langsung melukai hati Partai Gerindra, yang mengusungnya bersama dengan PeKaeS di pilwakot Bandung 2013 silam.

Manuvernya tidak berhenti sampai disitu juga, beberapa kali sempat dipinang oleh Partai, namun pinangan bersyarat, Partai Beringin setuju mengusungnya dengan catatan anaknya Om Yance, disandingkan di kontentasi pilgub Jabar, Tidak ketinggalan PeKBe juga meminang dengan mahar Ketua DPW Syaiful Huda, terakhir P-tilu melamarnya dengan paket UU Ruz, saat ini menjabat sebagai bupati Tasik.

Sudah tak terhitung berapa kemeja yang dikenakannya sambil menggelar konpres, dari biru, kuning, hijau, terakhir merah. Saking Pede nya, RK menolak dan berniat mengajukan konvensi mencari cawagub RK. Ketika beringin berpaling, Emil menjadi gagap, ujuk-ujuk PeKBe dan P-tilu diisukan menarik dukungan juga. Walhasil Kang Emil, panik dan kemudian balik maneng, dan akhirnya memutuskan berpaslon dengan calon dari partai Ka'bah. Kemudian dikenal dengan jargon Paslon RINDU ( Ridwan UU).

Silahkan pembaca menilai secara objektif sikap Akang Emil.
Penulis lalu mencoba memalingkan mata ke figur yang lain.

Bagaimanapun, Pilkada adalah ajang bagi partai politik untuk melakukan kontestasi, karena partai politik adalah pilar demokrasi. Pembinaan anggota dan Visi Misi Partai penting guna mengawal demokrasi yang ada di negeri Indonesia ini. Sehingga pesta demokrasi tidak mungkin bisa tanpa Parpol. Ibarat anda ingin belajar tanpa sekolah, kalau ingin dipaksakan bisa, tapi bagaimana cara mengukur kapasitas jika anda belajar mandiri??

Penulis, di pilgub kali ini menjagokan Duo Dedi, buah perkawinan politik dari koalisi beringin kuning dan bintang biru. Kang Dedi Mulyadi adalah ketua DPD Beringin Jabar, sosoknya lekat dengan budaya sunda, mulai dari gesture dan pitch control jelas nyunda,  bahkan 2016 diberi penghargaan Anugerah Kebudayaan oleh Presiden.  Sementara Kang Dedi Mizwar, semua pasti mengenal beliau, yang heroik dia dikenal dengan Julukan sebagai Nagabonar, belum lagi sinetron yang tayang di bulan Ramadhan "Lorong Waktu" yang berjilid-jilid itu. Penulis berpendapat menghasikan mahakarya yang bagus, punya arti penting dalam membangun budaya masyarakat. Sekarang Kang Demiz, menjabat sebagai Wagub Jabar mendampingi Kang Agher.

Sebelumnya, sempat diusung oleh PeKaeS, dan disusul oleh Bintang Biru. Lalu Partai putih meninggalkannya, dan dengan lapang hati Demiz menerima. Karena partai putih sudah tanggung berpaket dengan Gerindra di Jabar. Hal ini, ditengarai karena Demiz menolak mendaftarkan diri sebagai anggota partai Gerindra. Sehingga Demiz ditinggalkan oleh 2 partai ini. Syukur dari awal Demokrat konsisten mendukungnya. Dedi Mulyadi sendiri akhirnya beroleh rekomendasi dari partainya, awalnya Partainya menjagokan DeMul namun popularitas dan elektabilitasnya masih kalah pamor jika dibandingkan dengan Kang Emil sehingga DeMul tidak dipilih oleh DPP Beringin. Perlu diketahui siapapun yang menjadi ketua DPW/DPD, tetap rekomendasi pilkada yang teken adalah Ketum DPP Partai bersangkutan. Duo dedi menjadi jagoan penulis, karena mewakili semua simbol, juga keseimbangan popularitas dan kapasitas cagub dan cawagub, keserasian adalah keseimbangan, mirip2 kalau ente lagi cari jodoh. So, dengan harapan tidak mencari sekedar ban serep, tapi penyeimbang, seperti sepasang kaos kaki, jika 01 berhalangan ada 02 mempunyai kapasitas guna mengisi kekosongan sehingga diharap bukan paket bukan "asal jadi".



Setelah membaca tulisan ini, sapa jagoaan anda?? tentu yang pasti dan jelas yang menang, yang berhasil mencuri hati dan rasionalitas warga Jabar.

Minggu, 07 Januari 2018

Ayat-Ayat Cinta 2

Tafsir Cinta dari Fahri...



Ayat-ayat cinta sequel 2 ini merupakan film akhir tahun yang cukup menyedot dan menyita perhatian khalayak publik, tak terkecuali dengan penulis. Penulis jadi saksi launching sequel perdananya, film ini booming dan bahkan menjadi momentum yang pas untuk ngajakin seorang temen wanita ke bioskop. Satu-satunya yang membedakan ending untuk kisah Fahri berakhir bahagia bersama Maria dan Aisha, sementara bagi penulis hasilnya nihil.

Film ini sukses menjadi pintu masuknya film-film bergenre religi, dan termasuk sukses menjadi box office di masanya menembus 3 jutaan penonton di tahun 2008.

Fahri yang digambarkan pemuda yang hampir mendekati sempurna, dari ketaatan hingga amaliahnya di masyarakat. Fahri di AAC2, tidak lagi menjadi pemuda proletar, namun sudah bertransformasi menjadi pemuda mapan, bekerja sebagai dosen di universitas bergengsi di Edinburg bahkan kemudian ditawari pindah ke Oxford untuk mengajar kuliah filologi spesialisasinya. Namun tetap mempertahankan kharismanya sebagai pemuda yang sholeh.

Sebelum menonton film ini, ada beberapa spoiler yang mengemuka di beberapa media online. Yang mempengaruhi sikap beberapa jamaah di Indonesia. Ini disebabkan pada saat adegan gelaran konferensi pers, dimana yang jadi host Indra Bekti, dimana ada sesi tebak pemain yang memakai niqab, nahh ini mengawali kontroversi trus ujuk-ujuk cadarnya dilepas.



Sontak langsung menuai pro kontra, karena cadar dijadiin bahan candaan, dari Umi Pipik, Soraya Abdullah, dan diikuti sejumlah artis lainnya, membuat tagline #boikotAAC2 sebagai bentuk kekecewaan. Namun penulis gagal fokusnya hanya pada Chelsea Islan, sejak Chelsea diberitakan punya gebetan, langsung heboh dan disambul cuitan muncul dengan hastag #HPHN2.

Balik ke cerita, menurut hemat penulis sebaiknya kita gak perlu baper gara-gara prokontra konferensi pers tersebut. Film itu isinya aktor dan aktris yang memainkan peran masing-masing, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata sang aktor dan aktris.

Trus salah satu media online ada yang mengomentarin, harusnya film ini kurang mateng membahas isu sosial yang menjadi tantangan Islam, kenapa isinya hanya soal konflik cinta dan poligami. Menurut penulis, ini film fokus dengan pakemnya sesuai judulnya Ayat-ayat Cinta, dan masih bercerita tentang Fahri dan kehidupan sosialnya dan tak jauh dari sequel pertamanya. Nah ini penting supaya ciri khas film tetep dijaga.

Yang menarik adalah dalam salah satu adegan ada permintaan Kiera (diperankan: Chelsea Islan) meminta untuk dinikahi oleh Fahri, dia siap menjadi istri ke-2 dari Fahri. Kalau di sequel pertama yang meminta adalah Maria (diperankan: Carissa Putri), lalu kemudian ramai tagline #Nikahi aku Fahri.

Lalu kemudian dimedia sosial ditimpali oleh beberapa komentar, "orang Islam itu pasti poligami yah kayak si Fahri?". Penulis mengingat pesan Imam Ali, Jangan mendebat orang bodoh karena dia akan membencimu, tapi debatlah orang yang berakal dia akan mencintaimu. Penulis tidak akan menjawab pertanyaan ini, karena jawaban terhampar luas bisa tanya ke Om google.

Bagi penulis alasan paling penting kenapa kita harus menonton film ini adalah, dimana kita bisa belajar sedikit banyak kepribadian fahri yang adiluhung melalui sikap dan tutur kata sebagai pribadi muslim atau hamba Tuhan dalam arti luas, dan diharapkan bisa menjadi viral menular ke masyarakat kita, yg berbhineka dan beragama.

Bandung Istana Plaza, tanggal tujuh bulan satu dua ribu delapan belas, Jam 4 sore.
SS